WAKTU

Rabu, 04 Juli 2012

Aku seorang Guru {amin moga-moga kesampaian}


Aku seorang guru.

Lihatlah...seharian, aku telah diminta menjadi seorang aktor, teman, penemu barang hilang, psikologi, pengganti orang tua, penasihat, hakim, pengarah, motivator, dan pembimbing ruhani murid-muridku..

Meski tersedia peta, grafik, formula, kata kerja, cerita dan buku. Aku sebenarnya tidak punya apa-apa untuk diajarkan, karena murid-muridku sebenarnya hanya mempunyai diri mereka sendiri untuk belajar,

Aku sebuah paradoks. Aku paling keras berbicara dan aku paling banyak mendengar. Karunia terbesarku terdapat dalam apa yang bersedia aku terima dari murid-muridku dengan sikap menghargai.

Kekayaan materi bukanlah salah satu tujuanku, tapi aku seorang pencari harta karun, yang selalu mencari peluang baru bagi murid-muridku—peluang untuk menggunakan bakat-bakat mereka –dan yang selalu mencari bakat-bakat yang kadang tersembunyi dbalik sikap menyerah.

Dulu..aku bercita menjadi seorang dokter…namun sekarang dengan aku menjadi seorang guru, aku marasa bahwa akulah yang paling beruntung diantara semua pekerja.

Karena seorang dokter diijinkan untuk mengantarkan kehidupan dunia dalam satu saat ajaib. Aku diijinkan melihat kehidupan itu dilahirkan kembali setiap hari dengan pertanyaan baru, gagasan baru dan persahabatan baru dari semua muridku

Ketika seorang arsitek tahu bahwa jika ia membangun dengan teliti, bangunannya mungkin akan berdiri berabad-abad. Namun seorang guru tahu bahwa jika ia membangun dengan cinta dan kebenaran, apa yang ia bangun akan abadi.

Aku tidak membutuhkan tempat rekreasi atau hiburan untuk meredakan rasa sedih yang terkadang datang bersama masalah-masalah, karena disini ketika didepan gerbang sekolahku, semua itu akan larut bersama senyuman, ketulusan dan cinta tulus murid-muridku yang terpancar dari mata, senyuman, harapan dan sambutan hangat mereka setiap pagi...

Aku seorang pejuang, setiap hari bertempur melawan sikap negatif, rasa takut, cara berpikir seragam, prasangka, kebodohan dan kelesuan. Tapi aku mempunyai sekutu-sekutu hebat : kecerdasan, rasa ingin tahu, dukungan orang tua, kreatifitas, cinta, tawa—semua bergegas menghampiriku dengan dukungan luar biasa.

Kepada siapa lagi aku berterimakasih atas hidup indah yang begitu beruntung bisa kujalani ini selain kepada kalian ; masyarakat dan para orang tua. Karena kalian telah memberiku kehormatan besar dengan mempercayaiku untuk mendidik sumbangan terbesar kalian bagi keabadian –anak-anak kalian.

Dan demikian aku mempunyai sebuah masa depan yang menantang, penuh petualangan dan yang menyenangkan karena aku diijinkan melewati hari-hariku dengan masa depan.

Kubuka mata dipagi hari, aku ingat bahwa hari ini aku akan bertemu dengan banyak kebahagiaan dengan murid-muridku … ya aku seorang guru … dan untuk itu aku bersyukur pada Allah setiap pagi ... setiap hari.

Aku menyentuh masa depan… karenanya aku menjadi guru ! (NS)


* Diadaptasi dari John Wayne Schlatter dalam Chicken Soup For Teacher Soul


Seorang Guru

Menggandeng tangan

Membuka pikiran

Menyentuh hati

Membentuk masa depan

NN

artikel kenakalan remaja,peran orang tua,Guru dan lingkungan

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta, tidak terjaebak dalam kenakalan remaja.

Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah, seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan dengan anak-anaknya, apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari-hari.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalahan yang sedang ia lakukan, dan ini dapat menjadi satu penyebab, alasan mengapa terjadi kenakalan remaja.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal?

Suatu siang saya agak miris melihat seorang remaja SMP sedang asik mengisap sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih remaja. Siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak remaja tersebut, sepertinya tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si anak remaja itu saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja.

Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para remaja sebagai generasi penerus yang berkualitas.

Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan remaja yang sangat tidak ingin kita harapkan.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa remaja mesum yang dilakukan oleh para remaja belia seperti misalnya kasus-kasus di remaja mesum di taman sari Pangkalpinang ibukota provinsi Bangka Belitung, lokasi remaja pacaran di bukit dealova pangkalpinang, dan remaja Ayam kampus yang mulai marak di tambah lagi foto-foto syur remaja SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja.

terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak-anak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya "kenakalan remaja" yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja, semoga.

Selasa, 03 Juli 2012

waktu?


mengendalikan waktu atau dikendalikan waktu?
oh.....tidak aq tidak mau kedua hal itu terjadi pada ku ya rob....

di saat aq mengendalikan waktu maka aku akan menjadi seorang yang yang sombong dan meremehkan orang lain. dan sombong adalah sifatnya allah dan aq hanya seorang hamba,jdi takpantas kiranya jika aq menyombongkan diri.

dan disaat aku dikendalikan waktu maka aku akan menjadi seorang yang terburu-buru dalam segala hal dan mendapatkan hasil yang tidak optimal dan akan selalu menyalahkan orang lain.
ya allah ya rob,,,,,,,jauhkan hamba dari sifat itu.
by: ahmad febriansyah

Jika hari ini saya wafat. {ih serem,aq masih belum siap ya ALLAH}

Kalau bukan hari ini, mungkin besok. Tapi datangnya sudah pasti...benarkah hari ini?" saya terus bertanya-tanya selepas subuh tadi, dan terus bertanya ketika di perjalanan hingga tiba di kantor. Tapi jika memang betul waktunya tiba hari ini, jika saat yang tak pernah benar-benar dinanti oleh siapa pun itu menjumpai saya hari ini, sungguh celakalah saya.

Semalam saya tak terjaga untuk menangis sejadinya atas semua kekhilafan dan memohonkan ampun kepada-Nya. Padahal saya sungguh sadar Dia selalu menunggu kapan pun saya mau menganaksembahkan semua sesal sepanjang hidup. Saya terlalu sering lupa berlutut serendah-rendahnya di hadapan-Nya, padahal saya sadar Dia senantiasa menghulurkan tangan-Nya untuk hamba yang nista ini.

Kemarin saya masih berselisih lidah dengan teman sekantor dan belum sempat meminta maaf, sebelumnya saya sempat berpandangan tak ramah dengan tetangga, juga belum sempat memperbaikinya. Saya juga belum sempat menelepon seorang kerabat yang kemarin seharian menunggu kehadiran keluarga saya. Mungkin ia telah menyiapkan penganan kecil yang tak boleh disentuh anak-anaknya sebelum kami datang. Saya dan keluarga tak datang tanpa kabar, sementara kering sudah air mata anak-anak kerabat saya berharap kue yang tak tersentuh hingga pagi.

Semalam saya terlalu ego dengan rasa lelah saya, bekerja keras seharian di kantor membuat badan terasa berat hingga tiba di rumah langsung merebahkan diri. Tak lagi saya pedulikan wajah-wajah kecil yang sejak sore menunggu kepulangan saya berharap laki-laki besar ini menemani mereka bermain atau melihat bintang. Saya tetap terlelap lelah meski tangan-tangan kecil mereka menarik-narik lengan saya agar bangun. Padahal pinta mereka cuma satu; dongeng pengantar tidur seperti malam-malam sebelumnya.

Saya juga masih merasa bersalah semalam melewatkan komunikasi dengan isteri. Bisa jadi sejak siang ia menunggu saat malam untuk bisa mencurahkan semua beban dan membaginya kepada saya. Tapi saat yang dinanti tiba, saya justru terlelap dan sudah pasti ia tak ingin mengganggu saya. Pagi harinya, hanya kata maaf untuk semalam. Namun saya belum memastikan keikhlasannya.

Duhai Allah, saya tak ingin meninggalkan beban untuk isteri dan anak-anak berupa dering telepon dari orang-orang yang menagih pinjaman sepeninggal saya. Sungguh, malam ini saya masih ingin melihat senyum-senyum kecil bidadari di rumah saat saya berdongeng putri bergaun merah muda dengan kereta kencana. Terlihat bening matanya menerawang seolah merekalah sang puteri nan cantik itu. Setidaknya, saya tak ingin meninggalkan isteri saya dengan segunung gundah yang belum tertumpahkan sejak kemarin malam, mungkinkah bisa saya tuntaskan malam ini?



Duhai Sesembahanku, tak perlu saya ragukan bahwa Engkau teramat tahu begitu banyak hal dan persoalan yang kan kuadukan malam ini. Engkau pun pasti bias melihat seberapa banyak air mata yang siap tumpah di penghujung malam di atas hamparan sajadah. Dapat juga Kau duga betapa ingin saya curahkan selangit syukur atas semua nikmat-Mu, atas semua kedip mata yang tak sanggup terhitung, atas setiap tarikan dan hembusan nafas yang tak mungkin terbilang.

Duhai yang Maha Pengasih dan Penyayang begitu banyak kasih dan sayangmu Engkau berikan, tetapi masih saja aku merasa tidak Engkau pedulikan, aku masih picik menghitung-hitung ibadah yang telah aku lakukan untuk Mu aku masih berharap dengan sholatku yang selalu diakhir waktu Engkau masih mau mengabulkan doaku yang meminta rejeki yang berlimpah, meminta bahagia di Dunia dan berharap surga Mu.

Duhai Allah yang menggenggam jiwa-jiwa kami, betapa nistanya aku beribadah kepada Mu tetapi aku tidak mengenal Mu lalai dalam mengingat Mu, lupa untuk selalu bertafakur atas segala kebesaran Mu, kami masih tergiur dengan kenikmatan dunia yang hanya sesaat, kami masih takut untuk meninggalkan dunia fana ini padahal kami tau bahwa Engkau dan kampung akhirat adalah sebaik-baik tempat ruh ini kembali.

Jika hari ini saya mati, setidaknya Engkau tahu betapa ingin saya melakukan itu semua. Semoga belum terlambat.



hukum seorang lelaki memandang seorang cwek

Allah menciptakan seluruh makhluk hidup berpasang-pasangan, bahkan menciptakan alam semesta ini pun berpasang-pasangan. Sebagaimana firman-Nya: “Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasang-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS Yasin: 36)
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS Adz-Dzaariyat: 49)
Berdasarkan sunnah kauniyah (ketetapan Allah) yang umum ini, manusia diciptakan berpasang-pasangan, terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan, sehingga kehidupan manusia dapat berlangsung dan berkembang. Begitu pula dijadikan daya tarik antara satu jenis dengan jenis lain, sebagai fitrah Allah untuk manusia.
Setelah menciptakan Adam, Allah menciptakan (dari dan untuk Adam) seorang istri supaya ia merasa tenang hidup dengannya, begitu pula si istri merasa tenang hidup bersamanya. Sebab secara hukum fitrah, tidak mungkin ia (Adam) dapat merasa bahagia jika hanya seorang  diri, walaupun dalam surga ia dapat makan minum secara leluasa.
Seperti telah saya singgung di muka bahwa taklif ilahi (tugas dari Allah) yang pertama adalah ditujukan kepada kedua orang ini sekaligus secara bersama-sama, yakni Adam dan istrinya: “… Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah: 35)
Karena itu, tidaklah dapat dibayangkan seorang laki-laki akan hidup sendirian, jauh dari perempuan, tidak melihat perempuan dan perempuan tidak melihatnya, kecuali jika sudah keluar dari keseimbangan fitrah dan menjauhi kehidupan—sebagaimana cara hidup kependetaan yang dibikin-bikin kaum Nasrani.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana wanita akan hidup sendirian dengan menjauhi laki-laki. Bukankah kehidupan itu dapat tegak dengan adanya tolong-menolong dan bantu-membantu antara kedua jenis manusia ini dalam urusan-urusan dunia dan akhirat?
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain…” (QS At-Taubah: 71)
Hakikat lain yang wajib diingat di sini—berkenaan dengan kebutuhan timbal balik antara laki-laki dengan perempuan—bahwa Allah SWT telah menanamkan dalam fitrah masing-masing dari kedua jenis manusia ini rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya dan kecenderungan syahwati yang instinktif. Dengan adanya fitrah ketertarikan ini, terjadilah pertemuan (perkawinan) dan reproduksi, sehingga terpeliharalah kelangsungan hidup manusia dan planet bumi ini.
Dalam kaitan ini, baiklah kita bahas antara hukum memandang laki-laki terhadap  perempuan. Kami menguatkan pendapat  jumhur  ulama yang menafsirkan firman Allah: “…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya…” (QS An-Nur: 31 )
Menurut jumhur ulama, perhiasan yang biasa tampak itu ialah “wajah dan telapak tangan.” Dengan demikian, wanita boleh menampakkan wajahnya dan kedua telapak  tangannya, bahkan (menurut pendapat Abu Hanifah dan Al-Muzni) kedua kakinya.
Apabila wanita boleh menampakkan bagian tubuhnya ini (muka dan tangan/kakinya), maka bolehkah laki-laki  melihat kepadanya ataukah tidak?
Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapat dihindari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapun pandangan berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.
Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihat dengan menikmati (taladzdzudz) dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Oleh sebab itu, ada ungkapanmerupakan pengantar perzinaan”.
Dan bagus sekali apa yang dikatakan oleh Syauki ihwal memandang yang dilarang ini, “Memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya bertemu.”
Adapun melihat perhiasan (bagian  tubuh) yang tidak biasa tampak, seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan (bahu), dan sebagainya, tidak diperbolehkan bagi selain mahram, menurut ijma. Ada dua kaidah yang menjadi acuan masalah ini beserta masalah-masalah yang berhubungan dengannya.
Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan berobat, melahirkan, dan   sebagainya. Demikian pula pembuktian tindak pidana, dan lain-lainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik untuk perseorangan maupun masyarakat.
Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dan hal ini apabila terdapat petunjuk petunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaan dan  khayalan  sebagian orang-orang yang takut dan ragu-ragu terhadap setiap orang dan setiap persoalan.
Oleh karena itu, Nabi SAW pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama Fadhl bin Abbas, agar tidak melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Fadhl bertanya kepada  Rasulullah SAW, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?”
Beliau menjawab, “Aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka aku  tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.”
Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati nurani si Muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa, baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya, fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat (kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran yang menyimpang.
Jadi, memandang itu hukumnya boleh dengan syarat jika tidak dibarengi dengan  upaya “menikmati” dan bersyahwat. Jika dengan menikmati dan bersyahwat, maka hukumnya haram. Karena itu, Allah menyuruh kaum mukminah menundukkan sebagian pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan sebagian pandangannya.
Allah SWT berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pendangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS An-Nur: 30-31)
(RoL)
Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Yusuf  Qaradhawi